Semangat,“Pembalutnya” adalah Kesadaran
Jika
kita andaikan, semangat adalah gelombang jiwa yang kuat terus menghantam karang
yang merintanginya. Dia terus bergolak dan menerjang tanpa tersentuh dan
berkeluh kesah. Dia tidak kenal waktu siang dan malam. Dia terus menerjang dan
menerjang. Hidup tentu bergerak maju ke depan. Hidup akan menapaki setiap
lembah. Hidup menaiki setiap bukit dan gunung. Hakikatnya hidup tidak mengenal berhenti
dan menyerah. Jika kehendak kita memiliki semangat yang kuat untuk mencapai cita-cita
dan prestasi, maka semangat tidak akan mudah dapat dipatahkan dan dihentikan.
Semangat adalah sumber kekuatan yang tidak terkira kekuatannya. Ia lahir dari
kekuatan hidup yang dinamis. Ia adalah anak kehidupan. Ia bagaikan bayangan
kita, yang akan terus mengikuti langkah kehidupan. Perlu diketahui bahwa, jika
menginginkan semangat memiliki klimaks yang mendamaikan, walaupun dalam keadaan
apapun, maka semangat hendaknya dibalut oleh kesadaran. Seperti anak ayam yang
selalu dibimbing oleh induknya, seperti sosok Arjuna di medan Kuruksetra yang
dibimbing oleh Sri Krshna, maka kesadaran adalah pembimbing semangat. Sehingga
semangat tidak akan mudah diambil oleh elang keputusasaan dan kekecewaan.
Seperti yang disabdakan oleh Sri Krshna dalam Bhagavad Gita IV.41 dan XVIII.26
berikut.
“Yoga
sannyasta-karmanam, Jnana-sanchinna-samsayam,
Atmanvantam
na karmani, Nibadhnanti dhananjaya.
Mukta-sango
‘naham-vadi, Dhrty-utsaha-samanvitah,
Siddhy-asiddhyor
nirvikarah, Karta sattvika ucyate”.
“Orang
yang bertindak dalam bhakti, dan melepaskan hasil dari kerjanya, karena
keragu-raguannya telah dikendalikan oleh kesadaran, dengan demikian ia tidak
akan diikat oleh hasil kerjanya, wahai perebut kekayaan. Orang yang bekerja
tanpa dikendalikan oleh hasil kerja, tanpa keakuan, serta tabah, memiliki
semangat yang menggebu-gebu, tidak goyah baik dalam sukses maupun gagal, itulah
seorang pekerja yang baik”.
Jika
kesadaran telah membalut semangat, maka seseorang akan selalu dapat menjaga
semangatnya, dan “orang yang bekerja dengan semangat kuat [dengan dasar
kesadaran) dan berbuat baik tidak mengenal lelah....” [Rg Veda 1.41.6]. Ia pun akan seperti kobaran
api. Betapapun luas dan tajamnya padang ilalang dan lebatnya hutan, ia tetap
akan mampu membakarnya. Semangat lidah apinya yang kuat akan menjilat dan
memberengus semua yang ada di depannya. Karena semangat yang menyala adalah
kedahsyatan yang disemburkan oleh kawah gunung kehidupan. Jika semangat terus
bergolak, panas disekeliling kawah pun akan mati. Dan jika lahar dari semangat
melimpah keluar, tumbuhan dan hutan yang ada di bawah lereng gunung tidak akan
mampu menahannya. Luluh lantak dan lebur.
Semangat yang dibalut oleh kesadaran adalah gunung merapi. Di puncaknya, rumput
kraraguan, kecewa dan putus asa tidak akan tumbuh dan berarti.
Orang
yang semangatnya selalu dibalut oleh kesadaran akan berpikir bahwa bergerak maju
ke depan adalah kehidupan. Jadi, hidup ini adalah bergerak untuk mencapai
kesempurnaan. Benih tumbuh menjadi besar, rimbun dan berbuah. Dan setelah itu,
tibalah saatnya untuk berguguran. Itulah sebabnya Sri Krshna berpesan pada kita
“janganlah engkau membiarkan dirimu melemah di tengah medan perang ini….
Angkatlah senjatamu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Jangan memikirkan
hasil akhir, janganlah berpikir tentang untung dan rugi, karena memikirkan
untung rugi bukanlah urusanmu… tugasmu hanyalah berkarya dengan tugas serta
kewajibanmu dalam hidup ini”.
Orang
yang semangatnya berkesadaran berpikir di dunia, semua bergerak ke depan dan
terus maju. Seseorang takut atau tidak, kehidupan tetap terus bergerak maju
hingga tidak ada pilihan kecuali maju dan terus maju. Seperti salah satu
penggalan lagu kebangsaan Indonesia, yakni Garuda Pancasila, “maju... ayo
maju.. maju...”. Manusia juga demikian, berawal dari janin, lahir kemudian
menjadi bayi. Setelah tumbuh menjadi dewasa lalu berkarya. Dewasa kemudian
menjadi tua. Memberi kearifan lalu meninggal. Dan tentu banyak halangan dan
rintangan ketika kita harus melangkah ke depan. Tentu banyak duri yang
bertebaran disetiap jalan yang akan kita lewati. Akan tetapi, akankah kita
korbankan kesempurnaan, hanya karena takut menginjak duri?.
Duri
adalah bagian rintangan di jalan untuk mencapai kesempurnaan. Jadi tidak perlu
cemas. Duri hanya bisa menorehkan luka dan mengalirkan darah. Hanya itu yang
bisa dilakukan oleh duri. Jangan pernah berhanti karena takut tertoreh, tapi
ingatlah demi kesempurnaan. “Karena Sang Hyang Widhi hanya menyenangi orang
yang bekerja keras. Ia membenci orang malas. Dan mereka yang senantiasa selalu
sadar [akan adanya duri kehidupan sebagai proses] mencapai kebahagiaan
tertinggi” [Atharva Veda XX.18.3]. Jadi… Utishtha, Jaagratah….—bangkitlah,
bangunlah…. Hadapi segala macam rintangan dengan kesadaran. Berjuanglah dengan
semngat seorang Satria…. Maju terus dan jangan berhenti karena kemajuan adalah
kesempurnaan. Maju terus dan jangan pernah takut dengan duri karena duri hanya
mampu menorehkan dan mengalirkan darah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar