Minggu, 01 Desember 2013

Lari Dari Keragaman

HANYA KEHANCURAN PINTU UNTUK LARI DARI KERAGAMAN

"Huuuhhhh..." keluh seorang sahabat saya... "coba saja dia tidak Hindu... pasti aku akan berguru padanya... padahal aku tahu dan ingin berguru padanya..."..,, hee heee... kita jngan aneh... jangan bodoh... seorang guru yang mulia bisa hadir dalam bentuk apa saja... ia bisa berjubah seperti pendeta Budha.... ia bisa berjenggot panjang seperti para Rsi Hindu.... hei kawan ia juga bisa menggunakan penutup kepala seperti para nabi misalnya...ia juga terkadang telanjang.... dan ia juga terlihat seperti orang gila dimata kita yang penuh keangkuahan ini... siapa sie diri kita yang berusaha mengatur kehadirannya seperti bentuk yang kita inginkan... ia juga bisa bermata picik seperti orang cina...... tugas kita adalah segera menyadarinya dan segera menyentuh kakinya... mohon restunya...

hei.....hei.... kawan... bangunlah dari tidurmu... jika kau senang dan cinta dengan hari suci nyepi yang menentramkan... kau jangan berkata "itu kan hari sucinya orang Hindu... orang Bali"... jika kita suka ... jika kita sadar bahwa nyepi itu berdampak pada keseimbangan alam ... kita bisa menggantinya dengan istilah yang kita suka.....janganlah membatasi diri kitta untuk mencapai ketentraman hanya karena istilah atau kata-kata...perbedaan agama adalah penyempurnaa.... jangan dibatasi oleh konsep...jangan ....jangan salahkan siapa-siapa akan keterbatasan kita... apalagi menyalahkan setan sebagai penggoda... setann tidak pernah menggoda... ambil saja bahwa memang benar setan suka menggoda kita...jika kita sudah tahu bahwa setan itu penggodA ....kenapa kita masih tergoda... itu hanyalah pembatasan kita akan kemalasan kita untuk membangun kesadaran yang hakiki...
"iya... ya.." ....kata sahabat saya ini... "Lalu kenapa kita tidak bergandengan tangan saja....!!" jawab saya dengan bersemangat.....

Rabu, 06 November 2013

Semangat, "Pembalutnya" adalah Kesadaran

Semangat,“Pembalutnya” adalah Kesadaran


Jika kita andaikan, semangat adalah gelombang jiwa yang kuat terus menghantam karang yang merintanginya. Dia terus bergolak dan menerjang tanpa tersentuh dan berkeluh kesah. Dia tidak kenal waktu siang dan malam. Dia terus menerjang dan menerjang. Hidup tentu bergerak maju ke depan. Hidup akan menapaki setiap lembah. Hidup menaiki setiap bukit dan gunung. Hakikatnya hidup tidak mengenal berhenti dan menyerah. Jika kehendak kita memiliki semangat yang kuat untuk mencapai cita-cita dan prestasi, maka semangat tidak akan mudah dapat dipatahkan dan dihentikan. Semangat adalah sumber kekuatan yang tidak terkira kekuatannya. Ia lahir dari kekuatan hidup yang dinamis. Ia adalah anak kehidupan. Ia bagaikan bayangan kita, yang akan terus mengikuti langkah kehidupan. Perlu diketahui bahwa, jika menginginkan semangat memiliki klimaks yang mendamaikan, walaupun dalam keadaan apapun, maka semangat hendaknya dibalut oleh kesadaran. Seperti anak ayam yang selalu dibimbing oleh induknya, seperti sosok Arjuna di medan Kuruksetra yang dibimbing oleh Sri Krshna, maka kesadaran adalah pembimbing semangat. Sehingga semangat tidak akan mudah diambil oleh elang keputusasaan dan kekecewaan. Seperti yang disabdakan oleh Sri Krshna dalam Bhagavad Gita IV.41 dan XVIII.26 berikut.

“Yoga sannyasta-karmanam, Jnana-sanchinna-samsayam,
Atmanvantam na karmani, Nibadhnanti dhananjaya.
Mukta-sango ‘naham-vadi, Dhrty-utsaha-samanvitah,
Siddhy-asiddhyor nirvikarah, Karta sattvika ucyate”.

“Orang yang bertindak dalam bhakti, dan melepaskan hasil dari kerjanya, karena keragu-raguannya telah dikendalikan oleh kesadaran, dengan demikian ia tidak akan diikat oleh hasil kerjanya, wahai perebut kekayaan. Orang yang bekerja tanpa dikendalikan oleh hasil kerja, tanpa keakuan, serta tabah, memiliki semangat yang menggebu-gebu, tidak goyah baik dalam sukses maupun gagal, itulah seorang pekerja yang baik”.

Jika kesadaran telah membalut semangat, maka seseorang akan selalu dapat menjaga semangatnya, dan “orang yang bekerja dengan semangat kuat [dengan dasar kesadaran) dan  berbuat  baik tidak mengenal lelah....”  [Rg Veda 1.41.6]. Ia pun akan seperti kobaran api. Betapapun luas dan tajamnya padang ilalang dan lebatnya hutan, ia tetap akan mampu membakarnya. Semangat lidah apinya yang kuat akan menjilat dan memberengus semua yang ada di depannya. Karena semangat yang menyala adalah kedahsyatan yang disemburkan oleh kawah gunung kehidupan. Jika semangat terus bergolak, panas disekeliling kawah pun akan mati. Dan jika lahar dari semangat melimpah keluar, tumbuhan dan hutan yang ada di bawah lereng gunung tidak akan mampu menahannya. Luluh lantak dan lebur. Semangat yang dibalut oleh kesadaran adalah gunung merapi. Di puncaknya, rumput kraraguan, kecewa dan putus asa tidak akan tumbuh dan berarti.

Orang yang semangatnya selalu dibalut oleh kesadaran akan berpikir bahwa bergerak maju ke depan adalah kehidupan. Jadi, hidup ini adalah bergerak untuk mencapai kesempurnaan. Benih tumbuh menjadi besar, rimbun dan berbuah. Dan setelah itu, tibalah saatnya untuk berguguran. Itulah sebabnya Sri Krshna berpesan pada kita “janganlah engkau membiarkan dirimu melemah di tengah medan perang ini…. Angkatlah senjatamu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Jangan memikirkan hasil akhir, janganlah berpikir tentang untung dan rugi, karena memikirkan untung rugi bukanlah urusanmu… tugasmu hanyalah berkarya dengan tugas serta kewajibanmu dalam hidup ini”.

Orang yang semangatnya berkesadaran berpikir di dunia, semua bergerak ke depan dan terus maju. Seseorang takut atau tidak, kehidupan tetap terus bergerak maju hingga tidak ada pilihan kecuali maju dan terus maju. Seperti salah satu penggalan lagu kebangsaan Indonesia, yakni Garuda Pancasila, “maju... ayo maju.. maju...”. Manusia juga demikian, berawal dari janin, lahir kemudian menjadi bayi. Setelah tumbuh menjadi dewasa lalu berkarya. Dewasa kemudian menjadi tua. Memberi kearifan lalu meninggal. Dan tentu banyak halangan dan rintangan ketika kita harus melangkah ke depan. Tentu banyak duri yang bertebaran disetiap jalan yang akan kita lewati. Akan tetapi, akankah kita korbankan kesempurnaan, hanya karena takut menginjak duri?.

Duri adalah bagian rintangan di jalan untuk mencapai kesempurnaan. Jadi tidak perlu cemas. Duri hanya bisa menorehkan luka dan mengalirkan darah. Hanya itu yang bisa dilakukan oleh duri. Jangan pernah berhanti karena takut tertoreh, tapi ingatlah demi kesempurnaan. “Karena Sang Hyang Widhi hanya menyenangi orang yang bekerja keras. Ia membenci orang malas. Dan mereka yang senantiasa selalu sadar [akan adanya duri kehidupan sebagai proses] mencapai kebahagiaan tertinggi” [Atharva Veda XX.18.3]. Jadi… Utishtha, Jaagratah….—bangkitlah, bangunlah…. Hadapi segala macam rintangan dengan kesadaran. Berjuanglah dengan semngat seorang Satria…. Maju terus dan jangan berhenti karena kemajuan adalah kesempurnaan. Maju terus dan jangan pernah takut dengan duri karena duri hanya mampu menorehkan dan mengalirkan darah.